Minggu, 22 September 2013

Dakwah Tenaga Pendidik

Membaca artikel ustadz Mohammad Fauzil Adhim yang berjudul: "Jangan Remehkan Dakwah kepada Anak", membuat saya semakin tersadar bahwa sebagai seorang tenaga pendidik harus sangat berhati-hati dalam berhubungan dengan anak didik. Baik itu berkaitan dengan materi ajar, maupun tingkah laku dan ucapan.

Terkadang, kita tidak menyadari jika apa yang telah kita lakukan ternyata mengajarkan kepada anak didik sesuatu yang kurang baik. Misalnya saja saat kita memberikan ulangan harian kepada mereka. Kita seringkali memberikan soal yang jawabannya hanya satu dan harus sesuai dengan buku pegangan baku. Secara langsung atau pun tidak, hal ini memberikan peluang dan arahan kepada mereka untuk berbuat curang. Hal ini disebabkan para anak didik merasa malu dan tidak berharga jika mendapat nilai yang jelek. Selain itu, jika yang dituntut adalah satu jawaban, maka secara perlahan kreatifitas mereka sedang dikebiri.

Berbeda halnya jika soal ulangan harian berbentuk esai yang jawabannya terbuka. Artinya setiap anak didik diberikan kebebasan memberikan jawaban; hanya saja perlu dibatasi tulisan esainya pada materi ajar yang sedang diberikan. Selain mengajarkan mereka untuk lebih bebas berekspresi, hal ini juga menghindari tindak kecurangan berupa mencontek.

Beberapa orang (khususnya guru) merasa enggan jika menggunakan sistem ujian/ulangan berupa jawaban esai. Sebab tidak ada kunci jawabannya, dan harus membaca setiap tulisan anak didik secara seksama satu per satu (hal ini kadangkala selain membutuhkan waktu luang yang cukup, juga perlu sedikit lebih konsentrasi). Selain itu, sistem pendidikan yang ditetapkan dari atas (pemerintah), juga mengarahkan kepada sistem jawaban tunggal sesuai buku pegangan baku.

Jika kita merasa bahwa efek yang ditimbulkan adalah masa depan bangsa, tentu kita akan membuang semua kemalasan dan keengganan itu. Hanya saja bagaimana dengan sistem dari atas? Menurut saya, sebelum ada "sang refolusioner" yang memperbaiki sistem pendidikan ke arah yang lebih baik, kita bisa memulai dari diri sendiri lebih dulu. Kita bisa tetap mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah (baik itu KKM maupun lainnya), tapi tetap yang kita utamakan adalah pembentukan karakter anak didik. Bukankah tidak ada larangan bagi guru jika setiap ulangan harian menggunakan metode esai/karangan bebas?

Jangan lupa juga segala ucapan dan tingkah laku kita ikut mewarnai masa depan mereka. Sedikit banyaknya mereka akan meniru dan belajar dari segala tingkah laku dan ucapan yang keluar dari diri kita. Ada banyak kasus dimana siswa yang susah berubah menjadi lebih baik padahal sudah mendapat berbagai pembinaan. Dan tak jarang kita justru menyalahkan mereka. Mengatakan mereka tidak bisa dididik, tidak bisa dibina dan sebagainya. Ujung-ujungnya mereka dikembalikan ke orang tua (dikeluarkan dari sekolah).

Tentu kita harus ingat bahwa apa-apa yang kita lakukan pertanggungjawabannya bukan hanya sampai di dunia ini. Apa yang telah kita perbuat dan segala akibatnya akan dimintai pertanggungjawaban oleh ALLAH SWT. 

Semoga tulisan singkat ini bisa menjadi salah satu ide dan pandangan dari sekian banyak ide untuk kemajuan bangsa. Kekeliruan dan segala kekurangan yang ada pada tulisan dan diri saya semata-mata karena kelemahan saya. Dan jika ada sisi baik dan benarnya, semata-mata atas bimbingan ALLAH SWT. 

Semoga bermanfaat.

Jumat, 06 September 2013

PERUBAHAN MULAI DARI (SI)APA?

       Suatu hari saat saya mendengarkan radio tiba-tiba salurannya diubah oleh anak saya tercinta. Saat itu acara yang sedang berlangsung adalah sebuah talk show mengenai rekruitment. Hal yang menarik sehingga saya memandang perlu untuk membuat tulisan ini adalah salah satu ungkapan pembicara yang bunyinya kurang lebih begini: " Salah satu definisi orang gila adalah: mengharapkan perubahan, dan dimulai oleh orang lain terlebih dahulu".
      Sebagai seorang guru, ungkapan tersebut setidaknya telah membuat saya sadar. Saya tidak mungkin mengharapkan perubahan terhadap para siswa saya, jika saya tidak melakukan perubahan terlebih dahulu. Saya tentu harus mengevaluasi diri terlebih dahulu. Apakah itu mengenai cara mengajar, sikap dan tingkah laku, maupun dalam tuturkata.
        Jika selama ini setiap saya mendengar keluhan beberapa teman guru mengenai siswa di salah satu kelas atau suatu sekolah, maka saya akan setuju dan memberi kesimpulan bahwa para siswa lah yang salah dan mereka perlu pembinaan. Tapi kenyataanya walau pun pembinaan sering dilakukan baik secara khusus maupun di sela-sela saat memberi materi pelajaran, perubahan yang terjadi sangat tidak tampak -atau bahkan tidak ada. Kalaupun ada perubahan, sifatnya hanya sementara. Mereka akan kembali ke pola sebelumnya.
       Ungkapan bahwa 'perubahan harus dimulai dari diri saya' membuat  saya tertantang untuk memperbaiki diri dan belajar lebih dalam memahami diri maupun memahami orang lain (khususnya para siswa). Saya harus lebih dalam mempelajari teknik mengajar yang sesuai dengan kondisi dan keadaan siswa. Jangan-jangan bukan siswa yang kurang memahami suatu materi pelajaran, tetapi cara saya mengajar yang membuat mereka kurang paham akan materi tersebut.
       Tanpa bermaksud menggurui, sepatutnya jika terjadi suatu masalah baik itu di suatu kelas atau di sekolah maka kita harus melihat dari sisi kita terlebih dahulu sebelum menghakimi. Jangan sampai kita buru-buru memvonis kalau mereka yang salah, mereka yang tidak menghargai, dan sejenisnya. Jangan-jangan mereka berlaku seperti itu merupakan refleksi atas tindakan kita selama ini.
       Pada Hukum Newton ke-3 disebutkan bahwa 'gaya aksi dan reaksi dari dua benda memiliki besar yang sama, dengan arah terbalik, dan segaris'. Jika diartikan secara bebas, maka apa pun tindakan kita maka akan sebanding dengan yang kita peroleh. Maksudnya adalah bahwa reaksi para siswa merupakan hasil dari aksi guru atau para guru. Demikian juga dalam kehidupan sehari-hari. Jelas bahwa setiap tindakan akan kembali  kepada diri kita. apakah itu baik atau pun buruk.
       Semoga tulisan singkat ini bermanfaat khususnya bagi diri saya. Siapa pun boleh berpendapat tidak setuju, menyangkal, atau memprotes. Mari kita hargai setiap pendapat.